Berdamai Dengan Rekan Kerja

Minggu, 31 Juli 2011

Saingan (rival) adalah hal yang lumrah ada di tempat kerja. Pekerjaan tanpa saingan jutru ibarat sayur tanpa garam. Persaingan bahkan dapat memacu kualitas kita sebagai karyawan.

Sudah hampir 4 tahun aku bekerja sebagai karyawan (tehnis lapangan) di sebuah lembaga pendidikan. Kesalahanku sebenarnya cuma “kecil”, yaitu merespon langsung sesuatu hal (pekerjaan) yang dilakukan teman kerjaku apabila kuanggap hal itu tidak benar serta memberikan beberapa alternatif masukan untuk memperbaiki hal tersebut dan hal tersebut dirasakan oleh temanku bahwa sikapku itu bertentangan dengan harapannya. Pada saat itu bekerja dibagian petugas administrasi di bagianku.
Sejak momen mengkritik dan memberikan masukan tersebut, tampilan muka masam selalu dia perlihatkan kepadaku. Selain muka yang seperti rujak kedondong, nada suara tinggi dan tidak mengenakkan untuk didengar selalu dia lontarkan saat berbicara kepadaku. Untuk menghindari hal-hal tersebut mendingan aku membatasi untuk berkomunikasi dengan dia dan kalaupun harus berkomunikasi itupun terbatas dalam hal pekerjaan saja.

Lalu apa yang harus aku lakukan ? Sebaiknya sih ada yang mengalah, sebaiknya aku yang meminta maaf, walaupun aku yakin telah melakukan hal yang benar. Seharusnya yang kulakukan adalah tidak boleh memberikan masukan kaitannya dengan kegiatan administrasi yang dia lakukan walaupun aku tahu bahwa pekerjaannya tidak efektif. Ya, seharusnya sih begitu untuk amannya, tetapi tidak, justru yang kulakukan adalah sebaliknya. Dengan latar belakang keilmuan yang kupelajari aku selalu berusaha terapkan di tempat kerjaku dan memodifikasinya dengan bidang tugas yang aku geluti sekarang, yaitu sebagai pelaksana tehnis lapangan.

Yakin bahwa yang aku lakukan benar, maka akupun meladeninya dengan sama kerasnya. Saat dia perlihatkan muka masam, saat dia meninggikan nada bicaranya, akupun sama meresponnya dengan nada yang sama dan dalam hal ini aku memang ahlinya Siapa yang mulai, dialah yang harus mengakhiri, demikian yang kujelaskan pada atasanku tentang sikapnya dan sikapku. Dari kedua belah pihak yang paling berseteru, yang paling pusing tentunya adalah pimpinan kami. Bagaimana dia harus menentukan sikap saat dua karyawan terbaiknya saling konflik ? Terlebih, Bos bukanlah tipe pimpinan yang tegas dalam mengatasi masalah ini.

Tidak hanya dengan muka masam dan nada bicara yang tinggi saja, akan tetapi dia mulai mengumbar ide kepada Bos, mendekati teman-temanku agar mendukungnya serta menyebar gossip sehingga menurunkan reputasiku didepan pimpinan dan teman-teman. Akan tetapi aku tidak ambil pusing dengan hal itu dan tetap aku tunjukkan dan aku buktikan dengan tetap terus bekerja professional dan sebaik-baiknya tanpa mencampuri apa yang sedang dikerjakan oleh rivalku. Ternyata hal ini memberikan dampak positif bagi lembaga, bayangkan, ada dua karyawan saling bersaing dalam kinerja (meski agak runyam) kinerja dari lembaga menjadi meningkat. Lalu, bagaimana akhirnya ? Siapa yang menang ?

Entahlah, yang jelas, beberapa bulan kemudian, kami mengalami rotasi. Aku menjadi salah satu karyawan yang mengalami rotasi itu dan aku menempati posisi di bagian akademik dan dia kembali ke posisi dahulu yaitu sebagai tenaga di bagian pemasaran. Dengan demikian, aku merasa senang karena bahwa banyak yang memberikan penilaian bahwa tenaga lapangan akan selamanya menjadi tenaga lapangan dan tidak bisa melaksanakan tugas sebagai administrasi bisa aku mentahkan. Dengan bersungguh-sungguh dalam bekerja dan mengaplikasikan ilmu yang didapatkan dalam pekerjaanku akhirnya aku bisa bekerja dibagian administrasi akademik.

Karena posisiku sudah di bagian administrasi akademik dan dia bergeser di bagian pemasaran, maka tugasku adalah mengakhiri perseteruan dengannya. Akulah yang mulai berdamai dengan dirinya dan dia juga mau berdamai denganku (mungkin karena sudah lelah berseteru dan menyadari bahwa tak ada gunanya untuk mulai berseteru denganku). Saat ini karirku mulai menanjak dan aku semakin menyadari bahwa perseteruanku itu adalah hal yang konyol yang pernah aku lakukan karena yang dia permasalahan selama ini hanyalah masalah pribadi, yaitu rasa iri terhadap hasil kerja dan prestasi yang aku raih selama ini.

Tapi aku sangat berterima kasih kepada dia, mungkin tanpa konflik yang dia “ciptakan” dengan aku selama ini, mungkin prestasiku tidak akan semelejit seperti sekarang ini. Dengan konflik yang tercipta memacuku untuk terus berprestasi dan menjadi yang terbaik bagi lembaga pada umumnya dan khususnya bagi diriku.

Nah, anda ingin berdamai dengan rekan kerja ? Syaratnya harus ada pihak yang berinisiatif untuk mengakhiri pertentangan. Kalau Anda tidak bisa menharapkan orang lain untuk melakukannya, Andalah yang harus memulainya. Benar tidak ???




Modifikasi cerita dari buku Kerjaku, Ibadahku
Elie Mulyadi

Share this article on :

2 komentar:

asti jogja mengatakan...

ah yang benerrrr..fiksi ato fix siiii benar? xixixixixixixi...(www.canda.com)

Nita's Blog mengatakan...

Bsk buku saya bawakan...

 
© Copyright 2010-2011 Nita's Blog All Rights Reserved.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates | Powered by Blogger.com.